Lu Berbeda Lu Gak Normal (Ulasan Novel Gadis Minimarket)

 


 

Murata menghadirkan cerita perihal seorang tokoh yang bekerja di minimarket, persis seperti latar belakang dirinya yang pernah bekerja sebagai pegawai minimarket.

Saat membaca Gadis Minimarket ini, seketika saya teringat dengan rumus lucu bagi seorang komika yang ternyata sangat masuk juga apabila diterapkan dalam penulisan karya sastra.

Salah satu rumus menjadi seorang stand up komedian (komika) yang lucu adalah dengan mengangkat materi dari hal-hal terdekat. Seremeh apa pun suatu peristiwa bila datang dari keresahan sang komika, bisa dijamin lima puluh persen akan lucu. Sisanya tergantung dari caramu menyampaikannya.

Terus terang novel Gadis Minimarket ini menarik. Siapa menyangka bahwa minimarket sebagai latar, juga pegawai minimarket sebagai tokohnya, justru berhasil menjadi sudut pandang terang benderang yang menunjukkan pada pembaca tentang berbagai fenomena sosial.

Keiko sebagai tokoh utama sekaligus penutur seakan menjadi representasi yang begitu tepat. Dia yang secara sadar mengetahui bahwa pandangan orang-orang terhadap dirinya berbeda, dia yang secara kebetulan berhasil menjadi bagian dari masyarakat normal dengan bekerja sebagai pegawai minimarket.

Murata bisa saja menuliskan cerita dengan setting dan plot yang terdengar lebih wow dan mewah dibanding minimarket saja, tapi buat apa jikalau ternyata keresahannya justru datang dari hal-hal yang terlihat sepele, namun sebenarnya justru banyak ditemukan dan juga dirasakan oleh masyarakat pada umumnya.

 

Di buku ini dihadirkan seorang tokoh utama pertama yang, kalau dalam kehidupan kita sehari-hari, dia termasuk dalam kategori tidak normal. Namun apakah benar dia tidak normal? Apakah kata tidak normal sudah pas untuk digunakan dalam menjelaskan kondisi orang yang terlihat berbeda? Jangan-jangan yang kita anggap tidak normal itu sebenarnya juga normal? Dan memang demikian menurut saya. Tidak ada kata normal dan tidak normal dalam kehidupan sosial kita sebagai manusia. Kata yang cocok digunakan semestinya umumnya dan tidak umumnya.

Meski kejadian dalam novel ini ada di Jepang, namun kondisi sosialnya nyaris tidak ada bedanya dengan Indonesia. Tentang bagaimana perempuan di usia tertentu sudah dipandang aneh kalau belum menikah, tentang orang-orang yang baru disebut manusia seutuhnya kalau sudah bekerja di instansi pemerintahan, tentang alineasi yang dirasakan tokoh-tokoh ketika ia memilih jalan berbeda yang tidak dilakukan masyarakat pada umumnya.



Ada banyak hal yang disinggung Murata dalam novelnya, tentang kesehatan mental, isu gender, dan tentu saja gugatan atas dunia modern ini yang menuntut setiap orang untuk melakukan hal serupa dengan sekelilingnya. Kau berbeda berarti kau tidak normal.

Namun yang menarik sebab sebagai pembaca kita berada di sudut pandang tokoh utama, alias si tokoh yang dianggap tidak normal ini. Dari kacamata Keiko kita bisa memahami bagaimana rasanya menjadi si tidak normal itu. Namun di sisi lain, kita juga bisa melihat bagaimana yang sebenarnya dianggap normal oleh masyarakat tidak lebih dari sebuah tindakan berbeda saja.

Ada tokoh sentral lain yang dihadirkan dalam buku ini untuk melengkapi representasi "ketidaknormalan". Namanya Shiraha, ia adalah sosok lelaki yang menggugat segala kemapanan sosial namun anehnya sebab ia justru secara tidak sadar menjadi bagian dari masyarakat yang digugatnya.

Ia tidak senang dengan cemoohan dan sindiran yang dilontarkan padanya, namun di waktu bersamaan dia juga melakukan hal serupa pada orang lain. Nah, di sini letak sisi menariknya. Penulis seolah hendak menguji sikap kita sebagai pembaca. Sejauh mana kira-kira kita bisa tetap memandang Shiraha sebagai manusia yang tidak berbeda, sementara perilakunya memang sangat jauh dari keumuman?

Bisakah kira-kira kita bersimpati dan ikut merasakan gejolak hati Shiraha sebagaimana yang kita rasakan terhadap Keiko?

Ada beberapa kutipan dari novel ini yang menurut saya menarik untuk dicantumkan di sini sebagai penutup tulisan.

“Aku mendapati bentuk mata seseorang yang meremehkan sesuatu itu terlihat menarik. Beberapa menyiratkan ketakutan atau kewaspadaan akan mendapat bantahan, atau kadang memperlihatkan sorot mata menantang yang siap menyongsong serangan. Dan mereka yang tanpa sadar menunjukkan sikap merendahkan, mata mereka diselubungi perpaduan antara kesenangan dan rasa superior.”

 

“Dunia normal adalah dunia yang tegas dan diam-diam selalu mengeliminasi objek yang dianggap asing. Mereka yang tak layak akan dibuang.”

 

“Tadi dia mengeluh tentang bagaimana orang mencampuri hidupnya, sekarang dia menyerangku dengan argument yang sama yang membuatnya menderita. Menurutku itu kontradiktif. Mungkin orang yang merasa hidupnya dilanggar oleh orang lain akan merasa sedikit lebih baik dengan menyerang orang lain menggunakan cara yang sama.”

 

“ Manusia yang tak dibutuhkan desa akan ditekan dan dijauhi. Itu sama dengan struktur di minimarket. Manusia yang tak dibutuhkan di minimarket akan dikurangi shift-nya dan dipecat.”

 

“… kita memainkan peran sebagai sosok khayalan yang disebut ‘manusia normal’ seperti semua orang. Sama seperti orang-orang di minimarket yang memainkan peran sebagai sosok khayalan yang disebut ‘pegawai.’”

 

“… orang yang menghabiskan seumur hidupnya bertarung melawan masyarakat untuk mendapatkan kebebasan mungkin akan Ikhlas menderita.”

 

“Dia lebih suka kakaknya menjadi normal, meskipun banyak masalah, daripada tak punya banyak masalah, tapi abnormal. Baginya, dunia normal lebih bisa dia pahami.”   

Sayaka Murata sebagai penulis novel ini berhasil membawa pembaca pada perenungan mendalam tanpa perlu membuatnya merasa muram. Jauh berbeda ketika kita misalnya membaca karya-karya Kawabata ataupun Murakami yang cenderung murung dan tidak jarang membuat pembacanya berlarut-larut pula dengan kemuraman tersebut. Namun sekalipun sama-sama karya penulis Jepang, saya rasa mereka memang tidak cocok untuk dibanding-bandingkan.

 

Judul               : Gadis Minimarket

Penulis            : Sayaka Murata

Penerbit         : Gramedia Pustaka Utama

Cetakan          : Februari 2023 (cetakan kesepuluh)

Tebal               : 159

ISBN                : 978602044400

 

Post a Comment

0 Comments
* Mohon Jangan Spam Disini. Semua Komentar ditinjau oleh Admin