Keduanya tentang Paya, tapi Sebenarnya tentang Perempuan
Awal tahun ini saya menonton sebuah film adaptasi novel di Netflix, judulnya Where the Crowdad Sings (WCS). Tokoh utamanya bernama Kya, hidup seorang diri di tengah paya. Untuk mencapai pusat perbelanjaan, dia mesti mengendarai perahu sekian kilo dulu.
Satu hal yang terus terngiang dari film ini adalah kalimat yang diucapkan Kya, "Satu hal yang aku tahu tentang laki-laki, mereka harus menjadi yang paling terakhir memukul." Menurutku kalimat ini banyak benarnya. Bukan sekadar berbicara tentang kekerasan fisik, ya, tapi juga diagnosis terhadap struktur sosial yang sudah ratusan tahun dipelihara. Bahwa laki-laki dianggap memiliki hak terakhir untuk menentukan sebuah konflik berakhir, kapan perempuan boleh berhenti menderita, dan kapan luka dinyatakan selesai.
Film ini tiba-tiba terkenang lagi di tengah-tengah saya membaca buku Paya Nie karya Ida Fitri. Sebuah buku berlatar Aceh dan cerita yang mengangkat tentang GAM dan dampaknya terhadap seluruh masyarakat di sana, terutama perempuan.
Terdapat 4 tokoh perempuan yang menjadi pusat dalam cerita ini. Melalui keempat perempuan ini, Mawa Aisyah, Cuda Aminah, Kak Limah, dan Bieut, kita diajak masuk untuk mengorek lebih jauh lagi seberapa dalam beban hidup yang tengah mereka tanggungkan.
Dari mereka kita bisa mengetahui peristiwa sejarah jauh di masa lalu, legenda-legenda yang ada di Aceh, dan luka-luka yang mesti ditanggungkan para perempuan. Kenapa kemudian novel ini mengingatkan saya pada film WCS, sebab keduanya bertemu di satu titik: paya. Tentu ini bukan sekadar latar, tapi tempat yang menyembunyikan luka dan membentuk keberanian.
Antara WCS dan Paya Nie, menunjukkan kalau perempuan tuh kalah bukan karena lemah, tapi karena sistem memang dirancang untuk membiarkan laki-laki jadi pengendali terakhir.
--------
Kemarin, 22 November 2025, kami berkumpul di Warung Jujugan untuk saling berbagi pendapat, berdiskusi, berbagi pengalaman apa saja yang kami peroleh usai membaca Paya Nie.
Acara diselenggarakan oleh Bersua Sembada & Womens March Blitar.



Comments
Post a Comment