Senja dan Sendu
Contradixie, Resensi Buku– Sebelum masuk ke dalam cerita dan dengan sendirinya mendapati
sosok Eguchinya Kawabata di sana, dalam versi terjemahan—setidaknya begitu yang
kudapati, entah jika versi bahasa asli juga benar terdapat hal serupa—akan
ditemui sebuah kutipan dari buku Rumah
Perawan/The House of Sleeping Beauties karya Kawabata. Pada mulanya
bertanya-tanya mengapa dituliskan di sana, namun akan terjawab ketika mulai
membaca beberapa halaman.
Tubuh telanjang seorang perempuan tengah terbaring di tempat
tidur, dalam keadaan lelap, dalam keadaan tidak sadar akan sekeliling. Ia tidak
tahu bahwa di sampingnya tengah berbaring pula seorang lelaki tua yang dalam
misi mewujudkan keinginan akhir usia. Dalam keadaan penuh kagum pada tubuh
telanjang, diam-diam si tua jatuh cinta namun juga disiksa oleh banyak
kekhawatiran. Nyatanya ia lebih mencintai si perempuan ketika sedang terlelap
begitu, dalam keadaan telanjang. Ia bahkan lebih merasai nyata segala imajinasinya
tentang si perempuan dibanding kenyataan itu sendiri. Diam-diam ia takut bila
perempuannya terbangun dan membuyarkan segala keindahan bayangan tentangnya
dalam kepala si lelaki tua. Haish cinta.
Tapi sebenarnya apa sih yang ingin disampaikan si tua ketika
mengenang para pelacur sendunya? Sebab
bagiku, semakin ia bertutur semakin pula kudapati bahwa yang sendu tiada lain
dirinya sendiri. Lihatlah ketika Casilda
melontarkan ini padanya, Bangunkan dia,
setubuhi dia habis-habisan dengan burung besar yang diberikan setan kepadamu
sebagai imbalan atas kepengecutan dan kekikiranmu. Aku serius: jangan biarkan dirimu mati tanpa mengetahui
keajaiban bercinta dengan rasa cinta.
Duh, lelaki tuaku yang sendu, jelaskan padaku irama debar jantung
yang tercipta dari kasmaran pertama di usia sembilan puluh. Nanti akan
kuceritakan padamu fantasi seks terliarku, eh fantasi masa tuaku maksudnya. Haish.
Jika Hendri Yulius dalam buku terbarunya C*bul mengajukan semacam pertanyaan, jadi apa fantasi seks terliarmu? Pertanyaan yang baginya jika
diajukan pada setiap orang maka akan mendapatkan jawaban berbeda, dan bisa jadi
setiap orang memang benar-benar memilikinya. Sebuah fantasi akan percintaan
yang boleh saja sekelebat melintas di kepala, bisa pula benar-benar akan
dijadikan sebuah pencapaian dalam kehidupan seksualnya.
Pernah seorang mengajukan pertanyaan, jadi bagaimana kau memvisualisasikan masa tuamu? Kala itu
pertanyaan tersebut kuanggap luar biasa, setidaknya aku diajak untuk sejenak
membayangkan masa tuaku seperti apa. Namun setelah membaca Para Pelacurku yang Sendu dari Gabriel Garcia Marquez rasa-rasanya
ingin mengedit pertanyaan yang pernah dilontarkan padaku tersebut. Bagaimana
jika, jadi apa fantasi masa tua terliarmu?
Ya, setidaknya aku dipicu dan dipacu untuk memikirkan hal-hal di
luar kebiasan tentang masa tuaku nanti. Bisa menjadi semacam motivasi bagiku
untuk tetap ingin hidup dan mencapai usia yang benar-benar dianggap sebagai
masa tua. Paanseeeh ….
Meski niscaya bahwa ketika nanti mencapai usia tersebut aku bahkan
akan menjadi pelupa, pikun terhadap hal-hal yang sangat ingin kukenang. Dan
meski benar bahwa, keinginan liar masa tua adalah sebuah ilham. Seperti Sang
Wartawan senior yang tiba-tiba mendapat semacam wahyu untuk menghadiahi diri
sendiri sebuah malam penuh gairah bersama seorang perawan di ulang tahunnya
yang kesembilan puluh. Atau seperti Eguchi yang menghabiskan malam-malam masa
tuanya di rumah perawan. Atau mungkin seperti si kakek usia 100 tahun yang kabur
melalui jendela dan menghilang. Atau?
Lalu apa yang menjadikan ilham kurang ajar di masa tua menjadi
sedemikian istimewa? Ya bagiku sih karena kesadaran bahwa jatah hidup sebentar
lagi habis, maka darinya harus mewujudkan satu kesenangan luar biasa yang
benar-benar dilakukan untuk diri sendiri, untuk pernah benar-benar merasa hidup
meskipun hanya sekali.
Bukankah kita memang cenderung meyakini bahwa yang tua adalah yang
lebih pasti akan segera mati daripada yang muda? Bahkan si tua dibanding si
sakit pun tetap lebih diyakini akan lebih dulu meninggal(kan) adalah si tua. Alasannya
anggap saja begini; penyakit bisa sembuh, bisa dicegah, sedang usia tua tidak
dapat dimanipulasi, tidak juga dapat ditunda. Karena ketika tua yang terjadi adalah kau tidak merasakannya
di dalam, tapi tiap orang bisa melihatnya dari luar. Begitu kata Casilda
Armenta, sih.
Jadi, sudah membayangkan seliar sesendu apa masa senjamu?
Penulis: Alena
Comments
Post a Comment