YANG PALING TEPAT MEMANG HIDUP UNTUK MAKAN. TITIK! (Racauan setelah menonton film Ready Player One)

 

Sumber: https://www.kapanlagi.com/showbiz/film/internasional/sinopsis-ready-player-one-teka-teki-telur-paskah-akankah-terpecah-272f8d.html

Manusiawi bahwa beberapa hal yang kita inginkan begitu besar dalam hidup justru tidak dapat digapai, tidak sempat dimiliki, lalu kemudian justru menjadi sebuah momen yang menentukan segala hal yang akan terjadi ke depannya. Karena kesempatan yang dilewatkan itu, atau kesempatan yang memang tak diberikan itu, banyak orang akhirnya melajutkan hidup sekadarnya. Menunda kekalahan kalau kata Chairil Anwar.

Di kepala saya terngiang-ngiang ucapan seorang kawan, sayang sekali hidup tak selalu memberi pilihan, yang saya angguki sepenuh amin. Setidaknya hingga saat ini tidak kutemukan hal yang dapat membantahnya. Jika hanya memandang sekilas memanglah nampak kalau hidup berarti pilihan. Tapi apa benar yang dimaksud dengan pilihan itu adalah pilihan yang kita inginkan? Yang kudapati ia semata keharusan untuk dijalani. Piihan-pilihan yang seringkali ditawarkan dalam hidup selalu bermuara pada ini; jalan berlumpur dengan risiko kotor, jalan kerikil dengan risiko cedera, jalan berkelok dengan risiko mabuk, jalan mendaki-menurun dengan risiko kelelahan. Semua penuh risiko dan itulah yang disebut pilihan. Tapi mengapa juga mempersoalkannya? Toh dilahirkan pun kita tak sempat memilih. Tiba-tiba saja ada.

Perihal kesempatan, perihal pilihan, di sini saya hendak menulis tentang James Halliday, tokoh dalam film Ready Player One karya sutradara Steven Spielperg yang diangkat dari novel dengan judul sama karya Ernest Cline.

“He had a chance with Kira, he had a chance to kiss her.”

Salah satu dari tiga petunjuk yang mesti dipecahkan dalam Virtual Reality Game yang diciptakan Halliday adalah ‘mengambil lompatan’, kesempatan yang dilewatkannya ketika ia hidup dan membuatnya berakhir kesepian juga ketakutan.

Sebuah ciuman. Lompatan itu adalah sebuah ciuman yang seharusnya diberikan pada gadis bernama Kira, perempuan yang teramat dicintainya, yang karena pada satu kesempatan itu ia tak punya keberanian untuk mengajaknya berdansa lalu mengecup bibirnya, ia harus merelakan seumur hidup menyaksikan pujaannya bahagia bersama Ogden Morrow, yang juga ialah sahabatnya.

Bagimu barangkali tak sesulit itu untuk mengecup seorang wanita yang berada di sisimu saat itu. Cukup melakukannya saja dan wanita yang kau idamkan akan membalasnya, memahami bahwa ciuman yang kau berikan adalah ungkapan perasaanmu terhadapnya, keinginanmu untuk bersama dengannya. Tapi tidak bagi Halliday, seorang yang sejak kecil hanya memiliki dunianya sendiri, asik bermain game di rumah, tidak pandai berinteraksi terhadap dunia di luar dirinya.

No one in the world gets what they want and that is beautiful

Sebab tak dapat memiliki apa yang diinginkan di dunia ini membuat hidup justru lebih menarik. Maka demikianlah kisah hidup Halliday dirancang. Ia hadir sebagai tokoh yang tidak mendapatkan satu-satunya hal yang begitu diinginkan. Meski dunianya berjalan dalam kehampaan, di sanalah kreatifitas itu muncul. Ia menciptakan kesempatan kedua bagi dirinya dalam bentuk Virtual Reality Game, sebuah game dengan tantangan yang mesti dipecahkan bagi pemainnya, tantangan yang tiada lain adalah kesempatan yang pernah dilewatkan Halliday di hidupnya.

Bun, hidup berjalan seperti bajingan.  

Selain karena iming-iming yang akan didapatkan ketika memenangkan game ciptaan Halliday berupa kepemilikan seluruhnya atas OASIS, alasan begitu banyaknya pengguna game tersebut juga dikarenakan fitur-fitur yang dihadirkannya. Seorang pemain bisa menjadi avatar apa pun dan siapa pun yang diinginkannya, melakukan segala hal di dalam sana, berkencan, menikah, membangun rumah, berkunjung ke tempat-tempat diinginkan, membeli berbagai macam dengan koin yang telah dikumpulkan, membuat klan, serta apa pun yang sekiranya mustahil atau sulit terjadi di dunia nyata, bisa terwujud dalam game tersebut.

Seperti keluh Nadin kepada ibundanya, barangkali hidup memang sebajingan itu. Kita manusia yang terlanjur menjalaninya harus pandai-pandai mencari cara agar tidak babakbelur dihajar kenyataan. Salah satu pelarian yang menyenangkan dan tidak melukai manusia lain adalah bermain game. Sekadar memainkan game saja sudah cukup asik dilakukan apalagi memainkan game yang seluruhnya seperti melibatkan diri sendiri ke dalamnya, mendapati bahwa hidup yang sebenarnya diinginkan adalah dunia sebagaimana yang dihadirkan di sana.

Pada akhirnya, entah Chairil, entah kawanku, entah Halliday, entah Nadin, entah siapa pun di luaran sana dan entah seberengsek apa pun hidup yang dijalani, semoga kita semua tabah menghadapinya. Tentu saja di akhir film, penulis yang diwakili oleh tokoh bernama Halliday memberikan kalimat penutup. Bahwa semenakutkan dan semenyeramkan apa pun dunia nyata, namun di sanalah satu-satunya tempat kamu dapat menikmati makanan lezat. Because … reality is real.

Jadi, kau hidup untuk makanan apa? Ayam geprek? Jalangkote? Pempek? Soto Banjar? Atau Bubur diaduk?

Post a Comment

0 Comments
* Mohon Jangan Spam Disini. Semua Komentar ditinjau oleh Admin