Fankihu ma toba lakum min an-nisa'
Hari ini saya seperti dalam hutan belantara tanpa kompas di
tangan. Pelatihan minggu lalu membawaku pada kondisi ini. Satu hari absen saja,
seakan kelas ini sudah jauh meninggalkan saya. Saya tidak kebagian kelompok,
tidak bisa berbagi, dan tidak bisa mengimbangi. Tersadar, persaingan dunia ini
semakin dipertinggi. Meski saya berlari, tetap saja ada perbedaan.
Hampir semua kelompok, serempak menyuarakan kalau hukum
poligami masih diperbolehkan. Meskipun redaksi awal mereka tegas menolak
poligami tetap saja di epilognya masih ada sedikit udara segar untuk poligami.
Poligami akhir-akhirnya juga tidak ditolak. Semua kelompok satu suara.
Hipotesis teman-teman mengganjilkan benak saya. Salah satu
alasan teman-teman tentang pendapatnya adalah katagori adil di ayat 3 an-nisa'
yang kontradiksi dg ayat 129 an-nisa'. Dan darinya, diambil kesimpulan singkat
bahwa katagori adil dalam hal ini hanya sebatas adil secara materi: giliran,
belanja, pendidikan anak, dan lain sebagainya. Berbasis itu, disuarakan,
poligami masih mendapat lampu hijau untuk dilakukan.
Bagi saya, kesimpulan itu adalah jawaban atas makna adil di
ayat 3 dan 129, yang sudah lama sekali masalah itu dibahas. Ditinjau dari kedua
ayat itu, implementasi adil tidak akan pernah ada. Hukum diperbolehkannya
poligami sama dengan dilarangnya. Bisa jadi, ayat ini ada, hanya sebagai
apologi atas sejarah Muhammad yg beristrikan 11. Hanya bisa diimplementasikan
di masa itu saja dan dalam keadan sosial politik seperti itu.
Dan mengenai katagori adil, semuanya sudah jelas, semua
manusia tidak bisa adil dalam hal ini. Syarat mutlak diperbolehkannya poligami
adalah adil. Adil dalam konteks ini tidak ada. Dengan demikian, poligami tidak
ada.
Di samping mengatasnamakan gender dan kemaslahatan, di tempat
lain Nando Pelusi, seorang psikolog klinis, menyimpulkan: manusia itu cenderung
menciptakan asuransi cinta, agar saat yang dimiliki tidak available, dia masih
mempunyai cadangan.
Sederhananya, hati itu cenderung untuk membandingkan. Hati
tidak bisa adil, pun meski seseorang itu sudah menikah, hati masih tetap akan
mencari orang lain. Ini sesuai dengan ayat 129 an-nisa', walaupun manusia ingin
selalu adil dalam hal rasa, tetap saja tidak bisa.
Beranjak darinya, berbasis historisitas di atas, poligami
tetap terlarang. Dalam keadaan apapun itu.
Comments
Post a Comment