Krisis Iklim dan Perilaku Warga adalah Penyebab Banjir di Jakarta. Iya, Perilaku Warga!
Koran Kompas
pagi ini telanjang. Aku terpikat sejak bacaanku pada halaman awal, apalagi
bagian pojok bawah kanan dengan latar berwarna biru.
Aku tahu,
bacaan tersebut hanya sepotong atau berita bersambung. Sepotongnya lagi ada di
halaman 11 kolom 6-7. Namun, meski demikian, ia sudah menawan.
Bagaimana
tidak, dari judulnya saja, penulis sudah semacam menegaskan bahwa biang keladi
dari banjir Jakarta adalah iklim. Kuulangi, ya: iklim! Ia memilih diksi judul
begini, Krisis Iklim dan Banjir Jakarta.
Ehm, hayo, kenapa doi tidak memakai diksi seperti ini misalnya, Kebijakan Gubernur (m)anis dan Banjir
Ibukota.
Ini yang
pertama. Yang kedua bersemayam di paragraf pembuka. Di situ, doi menambahkan
lagi satu entitas lain yang bertanggungjawab atas banjir yang sudah menewaskan
banyak mobil baru tersebut. Kalian tahu apa itu? Perilaku warga! Keren, kan?
Keren. Aku saja sampai kagum, kok. Jadi, penyebab kedua banjir Jakarta adalah
perilaku warganya.
Memang, sih,
disebut pula beberapa poin seperti manajemen dan infrastruktur, tapi di situ
tidak ada keterangan subjek yang jelas: berbeda dengan "perilaku
warga" yang tercantum kata "warga" di situ.
Kenapa doi
bisa begitu? Sederhana. Sebab bicara manajemen dan infrastruktur, maka itu akan
bicara tentang pemegang kebijakan. Siapa yang memegang? Aduh susah ini. Mau
bilang Gubernur, tapi sepertinya beliau kok terlalu bijak untuk dijulidin di
sini. Ah pokoknya itulah.
Yang ketiga,
ini yang paling membuat mataku berbinar dan hatiku terbuka seluas bandara Halim
Perdana, adalah betapa sang Penulis berhasil menyusun secara apik data-data
dari BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika) tentang tingginya
curah hujan. Disebutkan bahwa curah hujan di awal tahun 2020 kemarin di Jakarta
adalah yang paling tinggi sepanjang sejarah.
Weee ….
Sang penulis
menghabiskan banyak paragraf untuk menjelaskan data-data tersebut yang intinya
terpusat pada satu perkara: banjir di Jakarta itu faktor utamanya adalah iklim.
Sudah. Karena curah hujan paling tinggi sepanjang sejarah, jadi wajarlah banjir
hebat, ah gitu saja elu bingung sih.
Satu lagi yang
mungkin perlu kamu tahu, yakni menyampaikan data seperti itu dan kemudian
menarik kesimpulan bahwa perilaku warga dan hujanlah yang patut disalahkan
(bukan pemerintah) adalah kemampuan yang mengerikan. Tidak semua orang bisa loh
dan karena sudah pakai data, pastilah analisisnya doi benar.
Sampai di
sini, eh maksudku membaca pada halaman mukanya saja, rasanya aku sudah
terpuaskan. Sesungguhnya, aku masih ingin membaca lanjutannya, tapi ah kamu
tahulah, terlalu mengagumi orang itu kadang malah jadi racun. Jadi kusudahi
saja. Toh aku yakin pasti isu lanjutan yang doi bahas juga tak kalah menarik.
Oleh: Zav
Comments
Post a Comment