Tarik Ulur Penggunaan di mana, ketika, dan tempat

 


Aturan barangkali tidak soal makna, tetapi komitmen. Minimal komitmen untuk berani menjadi objek secara sadar. 

Dalam konteks ketika nyaris semua orang, terutama perempuan, berdesakan ingin menjadi subjek, hadir dengan kesadaran untuk mau di posisi objek tentu merupakan sebentuk keberanian yang patut diapresiasi.

Tidak lama ini, ada salah satu teman menulis tentang ramadan dan pandemi. Pada bagian awal, ia menjelaskan, kita sudah menginjak bulan April, tetapi pandemi masih berlangsung. 

Redaksi yang digunakannya begini, "Ramadan yang jatuh di bulan April ini merupakan tahun kedua di mana pandemi masih berlangsung." 

Diksi kalimat yang digunakannya bagus, tetapi—ibarat yang benar tidak selalu baik—itu bukan berarti efektif. Menurutku, akan lebih efektif bila kata "di mana" diganti "ketika". 

"Di mana" adalah promina atau kata ganti yang digunakan untuk konteks pertanyaan atau pronomina penanya. Kalimat temanku tadi—sejauh yang kutahu—konteksnya tidak pertanyaan, sehingga menggunakan "di mana" kurang tepat.

Sebagai jalan kedua, kita bisa memanfaatkan kata "ketika". Pasalnya, ia merupakan kata penghubung untuk nomina waktu yang dalam kasus ini berupa "tahun kedua".

Lebih jauh, andaipun "di mana" kita posisikan sebagai kata ganti penghubung—seperti "yang"—tetap saja hasilnya masih bagaimana begitu. Sebab ia jatuh setelah nomina waktu, bukan tempat. 

Sungguhpun tempat, sebagai tambahan, akan lebih efektif jika yang digunakan adalah "tempat". Contoh, "aku berencana pergi ke hatimu tempat banyak kisah dan luka kamu sembunyikan."

Jadi, diksi yang lebih memuaskan di benakku begini, "Ramadan yang jatuh di bulan April ini merupakan tahun kedua ketika pandemi masih berlangsung."

Semua tentang ini mungkin "sekadar" aturan kepenulisan yang secara makna tidak memiliki pengaruh signifikan. Namun, betapa pun aturan adalah piranti untuk melatih komitmen. 


M Saifullah 



Post a Comment

0 Comments
* Mohon Jangan Spam Disini. Semua Komentar ditinjau oleh Admin