Seporsi Keistimewaan Milik Perempuan

Oleh: Puji Izzatulbuhtiah*

Dunia adalah tempat tinggal sementara, di mana Tuhan telah menciptakan bumi dan seisinya. Ia telah membuat dan merancang segala sesuatu yang akan terjadi di dunia ini.

Dengan segala kekuasaan, ia menjadikan manusia berpasang-pasangan. Laki-laki dan perempuan. Pun, dengan peranannya masing-masing, dan sebagai makhluk yang lebih dekat dengan sempurna, tugas mereka adalah menjalankan peran tersebut sebaik mungkin.

Untuk kasus perempuan—mengetahui bahwa baru-baru ini Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) sudah disahkan menjadi UU—dalam satu perspektif, peran mereka adalah untuk mengelola perkara domestik dan mengurus anak.

Beberapa sumber dalam Islam memercayai bahwa dibatasinya perempuan untuk akses ruang publik bukanlah apa pun kecuali sebentuk penghormatan.

Ranah domestik adalah tempat tertinggi bagi Muslimah. Islam menjaga mereka dengan segala ajaran-ajaran yang ditetapkan, seperti, batasan berpakaian dan pembatasan untuk tidak keluar rumah kecuali untuk hal yang sangat penting. 

Untuk urusan ibadah salat bahkan, Muslimah diandaikan untuk tetap di rumah. Pandangan ini meyakini, semakin Muslimah menghindari ruang publik dan berada di tempat paling sunyi dari rumahnya, maka semakin ia terhormat.

Saya ingin memberi contoh kasus di Tarim, Yaman. Di sana, perempuan hanya keluar rumah tiga (3) kali: Ketika masa anak-anak, ketika pindah ke rumah suami, dan ketika menuju kuburan untuk menghadap Tuhan.

Lebih jauh, ketika pandangan umum hari ini di Indonesia cenderung melihat bahwa mengandung, melahirkan, dan menyusui merupakan satu tantangan yang harus dilampaui perempuan, maka pandangan khusus ini menganggapnya secara terbalik.

Tiga aktivitas tersebut adalah keistimewaan perempuan, yang tidak akan pernah laki-laki memilikinya. Kita bisa membayangkan, ketika seorang ibu meninggal setelah melahirkan, maka jaminannya surga.

Saat kecil ia membuka pintu surga bagi ayahnya. Saat dewasa menyempurnakan agama untuk suaminya dan saat menjadi seorang ibu, ia menjadi penggerak semua doa. Surga diletakkan di bawah telapak kakinya!

Kepercayaan mereka itu bukan tanpa alasan. Hadis riwayat Imam Muslim di bawah ini adalah landasannya:

الدُّنْيَا مَتَاعٌ وَخَيْرُ مَتَاعِ الدُّنْيَا الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ
 (رواه مسلم)
Dunia adalah perhiasan, dan sebaik- baik perhiasan adalah wanita salihah
(HR. Muslim)

Hadis ini menengarai, wanita yang salihah adalah sebaik-baik perhiasan di dunia. Mobil, rumah, emas, berlian, dan apa pun yang mahal harganya akan terkalahkan oleh wanita yang salihah.

Meski demikian, mereka memercayai bahwa Muslimah harus berpendidikan tinggi. Pasalnya, ibu adalah pendidik utama dan pertama bagi anak-anaknya.

Salah seorang penyair Hafiz Ibrahim mengatakan, “ibu adalah sekolah pertama bagi anaknya. Jika engkau persiapkan ia dengan baik, maka sama halnya engkau persiapkan bangsa yang baik pokok pangkalnya.”

Jadi, di benak mereka inti kesuksesan sebuah bangsa adalah seorang wanita, yakni bagaimana ia mendidik anak-anaknya dari sejak masih di dalam kandungan hingga ia terlahir di dunia dan menjadi bermanfaat untuk bangsa.

Jika seorang ibu mendidik anak-anaknya dengan baik maka anak-anak tersebut akan menjadi anak-anak yang baik, yang kelak akan menjadi tunas bangsa, berbakti kepada orang tua, berbudi pekerti, dan menjadi anak yang berkualitas.

Akhirnya, satu pesan pada seluruh wanita, yaitu untuk menjaga kemulian dan kehormatan yang telah diberikan dengan sebaik-baiknya.

*Penulis adalah mahasiswi Ilmu Al-Quran dan Tafsir UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 

         


Comments