Ngakunya Manusia, Tapi Kok Ndak Sayang Planet
Disclaimer: Jika hendak membaca tulisan ini, pastikan kalian sadar bahwa kita hidup di bumi dan bumi kita hidup. Bumi memberi banyak hal baik untuk hidup kita, lantas mengapa kita tidak melakukan banyak hal baik untuk hidup bumi.
Terima kasih sudah
mengondisikan diri anda dengan kesadaran saat membaca tulisan ini.
Sebaiknya
para pembaca tahu dan sadar bahwa menurut data yang saya lansir dari laman https://www.walhi.or.id/kondisi-lingkungan-hidup-di-indonesia-di-tengah-isu-pemanasan-global, dikatakan:
Baru-baru
ini ilmuwan yang tergabung dalam Panel Antar-Pemerintah tentang Perubahan Iklim atau
IPCC memberikan peringatan berupa ‘kode merah bagi umat manusia’. Hal ini disampaikan oleh Sekjen PBB
Antonio Guterres setelah diterbitkannya hasil laporan kelompok kerja ilmuwan
IPCC pada tanggal 9 Agustus 2021. Peringatan ini bukan hanya ditujukan untuk
beberapa negara saja, melainkan untuk seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Seberapa rusa-kah
lingkungan hidup di Indonesia? Eksploitasi hutan di Kalimantan dan Papua,
pencemaran berat pada 59% sungai, hingga peringkat 17 di dunia dan yang pertama
di Asia Tenggara sebagai negara dengan kualitas udara terburuk.
Tiga (3) hal ini hanya secuil gambaran dari busuknya
kualitas lingkungan hidup di Indonesia. Jika para pembaca ingat, pada awal masa
PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) di Indonesia dan banyak
negara lainnya dengan istilah yang berbeda tentunya, banyak sekali kanal berita
yang meliput peningkatan kualitas udara dan air di berbagai kota pada banyak
negara.
Liputan berita
tersebut terdengar seperti mengatakan “grafik penurunan aktivitas manusia di
bumi sejalan dengan grafik peningkatan kualitas lingkungan hidup di bumi.”
Mudahnya banyak
perbuatan manusia yang berdampak pada kerusakan bumi. Setelah banyak data dan
fakta yang saya lampirkan pada paragraf ini, saya akan menutupnya dengan
menyampaikan fakta yang mengatakan bahwa manusia adalah makhluk yang diutus
Allah sebagai khalifah-Nya di bumi.
Dalam Al-Qur’an Surah Al-Baqarah [2]: 30 ditegaskan:
وَاِذْ قَالَ
رَبُّكَ لِلْمَلٰۤىِٕكَةِ ِانِّيْ جَاعِلٌ فِى الْاَرْضِ خَلِيْفَةً ۗ قَالُوْٓا
اَتَجْعَلُ فِيْهَا مَنْ يُّفْسِدُ فِيْهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاۤءَۚ وَنَحْنُ
نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ ۗ قَالَ اِنِّيْٓ اَعْلَمُ مَا لَا
تَعْلَمُوْنَ
Ayat ini menyampaikan
bahwa manusia yang dikatakan oleh malaikat sebagai makhluk perusak dan suka
menumpahkan darah telah dipilih oleh Allah sebagai khalifah-Nya di bumi.
Lantas mengapa
manusia? Sama-sama kita ketahui bahwa manusia dibekali oleh Tuhan dengan akal dan nafsu. Kedua bekal
tersebutlah yang menjadi alasan mengapa manusia mengemban amanah Allah sebagai khalifah-Nya di bumi.
Dengan akal manusia
diharapkan memiliki ilmu pengetahuan dan kompetensi dalam mengelola juga
merawat bumi, dengan nafsu manusia diharapkan memiliki inisiatif untuk
mengambil manfaat dari bumi.
Kedua bekal ini sudah
tentu sangat cukup untuk menjalankan tugas khalifah
di bumi jika dikolaborasikan dengan benar dan secara proporsional.
Inisiatif untuk
memanfaatkan bumi berangkat dari pengetahuan yang manusia miliki dan ketika ada
inisiatif yang justru berujung pada kerusakan maka pengetahuan berperan sebagai
obatnya.
Setelah membaca paragraf
di atas kita seharusnya sudah semakin paham terkait apa yang dianugerahkan
Allah kepada kita sebagai modal menjadi khalifahNya
di bumi.
Berikutnya, apa tugas
kita di bumi sebagai khalifah-Nya? Sebelum manusia menempati bumi, kakek moyang
kita Nabi Adam terlebih dahulu ditempatkan di surga oleh Tuhan.
Kisah Nabi Adam
selama berada di surga hingga diturunkannya ke bumi terekam jelas di banyak
surat dalam Al-Quran.
Hal ini apabila
dilihat dari sudut pandang yang berbeda bisa kita pahami bahwa Tuhan sedang
mengatakan kepada kita bahwa kehidupan di surga adalah kehidupan yang harus
diwujudkan di bumi, kedamaian yang menenangkan di surga harus diciptakan oleh
manusia di bumi, semua kebutuhan hidup manusia di bumi harus terpenuhi
sebagaimana halnya di surga, godaan setan yang menjerumuskan Nabi Adam A.S
tidak boleh kembali menggiring kita pada kerakusan atas kefanaan yang kita
cintai.
Surga adalah patokan
kita membangun bumi ini, apa yang terjadi di surga adalah rambu kita selama
berjalan di atas bumi. Itulah tugas kita di bumi, menjadikan bumi kita surga.
Surga yang damai
tanpa kerusakan, yang nyaman tanpa pencemaran, yang tenang tanpa kerakusan. Surah Al-Mulk [67]:15 menengarai:
هُوَ الَّذِيْ جَعَلَ لَكُمُ
الْاَرْضَ ذَلُوْلًا فَامْشُوْا فِيْ مَنَاكِبِهَا وَكُلُوْا مِنْ رِّزْقِهٖۗ
وَاِلَيْهِ النُّشُوْرُ
Dalam ayat ini Al-Quran menganalogikan hubungan manusia dengan
bumi ibarat seseorang yang sedang menunggangi seekor hewan.
Sebagaimana seseorang yang sedang menunggangi seekor hewan
maka sudah seharusnya ia paham betul bagaimana kondisi hewan tersebut, kapan ia
harus berhenti menunggangi, bagaimana agar hewan tersebut bisa tunduk.
Semakin seseorang tersebut mempelajari hewan tungganganya
maka semakin lihai pula ia menggiring hewan tunggangannya menuju arah yang ia
hendaki.
Lantas, apa pelajaran yang harus kita implementasikan
selama menunggangi bumi kita ini? Imam Bukhari dalam Sahih-nya pada bab Al-Harts wa Al-Muzara’ah mengutip sabda rasul yang bunyinya :
وعنْ جابر قَالَ: قَالَ رَسُول اللَّه ﷺ: مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَغْرِسُ غَرْساً إلاَّ كانَ مَا أُكِلَ مِنْهُ لهُ صَدَقَةً، وَمَا سُرِقَ مِنْه لَه صدقَةً، وَلاَ يرْزؤه أَحَدٌ إلاَّ كَانَ لَهُ صَدَقَةً رواه مسلم وفي رواية لَهُ:
فَلا يغْرِس الْمُسْلِم غَرْساً، فَيَأْكُلَ مِنْهُ إِنسانٌ وَلاَ دابةٌ وَلاَ
طَيرٌ إلاَّ كانَ لَهُ صدقَةً إِلَى يَوْمِ الْقِيَامة وفي رواية لَهُ: لَا يغْرِس
مُسلِم غرْساً، وَلاَ يزْرعُ زرْعاً، فيأْكُل مِنْه إِنْسانٌ وَلا دابَّةٌ وَلاَ
شَيْءٌ إلاَّ كَانَتْ لَه صَدَقَةً، ورويَاه جميعاً مِنْ رواية أَنَسٍ
Dari
Jābir -raḍiyallāhu
'anhu- ia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu
'alaihi wa sallam- bersabda, "Tidaklah seorang muslim menanam pohon,
melainkan apa yang dimakan dari tanaman itu menjadi sedekah baginya, dan apa
yang dicuri dari tanaman tersebut menjadi sedekah baginya dan tidaklah
kepunyaan seseorang dikurangi (diambil) orang lain melainkan menjadi sedekah
baginya." Dalam riwayat lain disebutkan, "Tidaklah seorang muslim
menanam pohon lalu manusia memakannya, atau binatang, atau burung, maka hal itu
menjadi sedekah baginya pada hari kiamat." Dalam riwayat lain disebutkan,
"Tidaklah seorang muslim menanam pohon atau menanam tanaman lalu manusia
memakannya, atau binatang, atau sesuatu, maka hal itu menjadi sedekah baginya."
(HR. Bukhari & Muslim)
Nabi lewat hadis ini memberikan pelajaran kepada kita
bahwa kehidupan di bumi yang benar adalah menciptakan hubungan mutualisme
antara kita dengan bumi juga makhluk hidup lain yang turut hidup bersama kita
di bumi.
Terdapat begitu banyak ayat Al-Quran dan
Hadis yang menerangkan kepada kita terkait
bagaimana menjalani kehidupan di bumi.
Secara umum bisa kita simpulkan bahwa hidup di bumi
berarti menjalankan sistem yang telah diciptakan Allah di bumi ini, sistem yang
bahkan sudah lebih dahulu penciptaannya dibanding penciptaan manusia itu
sendiri.
Sistem ini mengatur bahwa pengambilan manfaat dari bumi
bukanlah eksploitasi terhadapnya dan tidak boleh mengganggu kehidupan makhluk
hidup lain di bumi.
Apabila manusia menyalahi sistem ini, maka rusaklah
kehidupan yang seharusnya terwujud di bumi ini. Setiap manusia yang ia
menghirup oksigen bumi, mengisi perutnya dengan apa yang tumbuh dari dalam
tanah bumi, yang menenggak air bumi saat dahaga maka ia sudah seharusnya
menjalankan sistem kehidupan di bumi demi menjaga keharmonisan alam dan
makhluk.
Mereka yang melakukan kerusakan di bumi disejajarkan
posisinya oleh Tuhan
dalam Al-Quran bersama orang-orang yang memerangi Tuhan dan rasul-Nya.
Bumi adalah bentuk cinta Tuban kepada kita, apa-apa yang disediakan
oleh bumi untuk kita adalah wujud Tuhan Yang Maha Cinta.
Maka, menjaga lingkungan dan tidak melakukan kerusakan di
bumi artinya kita membalas cinta Tuhan dengan cinta. Sebaliknya, setiap
kerusakan yang disebabkan tangan kita berarti membalas cinta Tuhan dengan pengkhianatan.
Setiap pohon yang kita tanam adalah jalan kita bermesraan denganNya, setiap sampah yang kita buang pada tempatnya adalah bukti kesetiaan kita menjaga cintaNya. Bucinlah terhadap bumi, terus jaga ia, jangan biarkan seseorang merusaknya, sungguh hinalah mereka yang mengaku hambaNya tapi tidak menjawab seruan cintaNya.
Penulis: Alin Adzkanuha,
Santri Krapyak Jogja
Comments
Post a Comment