Indonesia di Tengah Hempasan (Kesejarahan) Antarperadaban

Oleh: Taufiq Ahmad 

Contradixie, Esai – 1) Di abad ke-19 & ke-20, kita kenal dua peradaban kembar yang sakit. Julukan itu dari Barat tentu saja. Yakni Turki Usmani yang adalah The Sick Man of Europe, sementara Tiongkok (Dinasti Qing) adalah The Sick Man of Asia. Abad ke-21 ini, kita melihat Tiongkok sudah sembuh dan jadi raksasa dunia. Sementara warisan Usmani luluh lantak, tak pernah mampu bangkit lagi.

2) Kebangkitan Asia Timur bermula dari Jepang. Kaum samurai yang open minded bersama kaisar menggulingkan keshogunan sebab suatu kesadaran bahwa politik isolasionis tak lagi relevan. Inisiatif untuk belajar pada Barat  digalakkan agar Jepang tidak digulung oleh kolonialisasi Barat. Namun, pembaratan yang masif mendapat penentangan yang kuat sehingga perang tak terhindarkan, hingga lahir keseimbangan dalam jargon: ilmu Barat, etika Jepang. Kelas samurai secara kelembagaan dibubarkan, tapi semangat Bushido tetap diajarkan di sekolah. Sampai pertengahan abad ke-20, Jepang yang mengintensifkan perkembangan IPTEK langsung jadi raksasa dunia

3) Modernisasi yang berlangsung di Jepang sebenarnya juga berlangsung di wilayah Usmani. Namun, benturan dengan Barat yang membawa kekalahan di satu sisi, dan berbagai "isme" yang merebak yang membawa perpecahan internal, yang dipungkasi dengan gerakan sekularisme Mustofa Kemal Pasha, membuat kekhilafahan multi-etnis itu luluh lantak. Ideologi alternatif (wahabisme, nasionalisme Arab, sosialisme) tak lagi mampu menjadi alat pemersatu. Warisan Usmani terjerembab dalam pertikaian hingga saat ini

4) Kekalahan dunia Islam/Arab terhadap Barat, memunculkan berbagai reaksi. Yang paling awal yakni Nasionalisme Arab sekuler (Michel Aflaq), dan Pan Islamisme (Jamaluddin Al Afghani). Namun dalamnya akar pertikaian yang berbelit antara tribalisme dan aliran keagamaan (Sunni-Syi'i-Salafi) yang tak terjembatani membuat dunia Islam/Arab terus menerus bergerak sentrifugal. Belum lagi problem Yahudi dan Kurdi yang merupakan warisan kebijakan Inggris-Prancis menjadi bom waktu. Energi yang seharusnya untuk kemajuan terkuras habis, sementara beban sejarah yang menumpuk tak mampu diungkit. Trauma sejarah itu bisa dibaca misalnya dalam syair-syair Nezar Qabbani.

5) Tiongkok yang awal abad XX masih diejek sebagai The Sick Man of Asia butuh waktu satu abad untuk jadi raksasa, dengan melewati 3 tahap yang sangat krusial. Revolusi nasional yang mengakhiri dinasti Qing oleh para republiken pimp Sun Yat-sen, revolusi sosial PKT pimpinan Mao Zedong yang menggulung Kuomintang Chiang Kai-sek hingga menyingkir di Taiwan, lalu Revolusi Kebudayaan yang menimbulkan banyak korban itu, yang ditutup dengan Gaige Kaifang pimpinan Deng Xiaoping dalam kesatuan kepemimpinan 8 senior PKT. Dan, ketiga tahap itu, semuanya berdarah-darah. Namun, melihat Tiongkok sekarang, darah yang tumpah itu tak sia-sia. RRT-lah negara raksasa yang sebenarnya, jauh berbeda dengan AS yang topengnya saja negara, isinya swasta.

6) Modernisme melahirkan 3 ideologi besar, fasisme yang lebih dulu mati, lalu liberalisme dan sosialisme. Di Tiongkok, konfusianisme dengan sosialisme kini mencapai titik keseimbangan sempurna (Yin Yang). Sementara di Jepang dan Korsel, liberalisme begitu kompatibel dengan buddhisme dan kekristenan. Islam harusnya lebih kompatibel dengan sosialisme, sebab lebih praktis dan materialis, dibanding liberalisme yang lebih personal. Namun jalannya sejarah tak sesederhana itu. Islam dengan sosialisme baik di Timur Tengah (Timteng) atau di Indonesia justru saling menegasi. Di Timteng sosialisme bubar jalan dengan jatuhnya Nasser (Mesir), Saddam Hussein (Irak), hingga terakhir Gaddafi (Libia), sementara di Indonesia ditandai dengan kejatuhan Soekarno.

7) Soal beda nasib dari the sick man kembar vis a vis Barat itu bisa kita baca pada lembar sejarah dengan sepenuh sadar bahwa kita terkait erat dengan keduanya, sehingga pembiaran adalah kealpaan yang tak termaafkan. Tiongkok relatif mudah bangkit sebab sejarahnya cukup linier, dari Dinasti Xia 2070 SM sampai "Dinasti" PKT, dan kolonialisme belum dalam menghujam. Sementara Timteng seperti terjepit kembali mirip era Arab Jahiliah yang jadi kawasan rebutan dari Imperium Barat dan Timur, dan secara internal selalu terkoyak oleh ashobiyah-nya yang dulu hendak diatasi dengan Islam. Dan kita ada di kawasan dengan hempasan-hempasan kesejarahan antarperadaban itu, dengan kolonialisme yang dalam menghujam. Itu berat sehingga amnesia sejarah jadi gejala umum.

Tags

Post a Comment

0 Comments
* Mohon Jangan Spam Disini. Semua Komentar ditinjau oleh Admin