Jogja Kota Lamban

(Arsip pribadi) Ini adalah foto stasiun lama Maguwo, di Dusun Kembang, Desa Maguwoharjo, Depok, Sleman, DI Yogyakarta. Didirikan oleh perusahaan kereta api swasta Belanda (NISM) pada 1909 untuk keperluan distribusi gula dari Pabrik Gula Wonocatur. Dulu namanya "Halte Magoewo".

Contradixie, Esai – Ketika beberapa temanku yang tinggal di Jakarta main ke Jogja, mereka bilang: Jogja itu kota yang lamban.

Sebagian dari mereka, merayakan kelambanan ini dan bahkan mengidamkannya. Untuk healing, katanya. Mereka lelah dengan Jakarta yang di benaknya adalah kota yang akan menggilas siapa pun yang lambat. Mengerikan. 

Kendati demikian, sebagian lainnya merespons secara minor. Mereka seolah tidak nyaman dengan Jogja yang lamban. “Susah ya produktif di sini. Ritmenya lamban!” ungkapnya.  

Mereka membuat definisi sendiri tentang Jogja dan menerima dampaknya sendiri. Unik. 

Terlepas dari perdebatan keduanya, aku setuju Jogja kota yang lamban. Tapi, bukankah dari kelambanan itu, kita justru bisa melakukan banyak hal dalam sehari. 

Temanku lainnya, yang asli tiyang Jugjo, sering bilang padaku:

“Ya karena ritmenya santai, bayangkan, dalam sehari, aku bisa pindah warung kopi sampai 5 kali! Di satu warung, satu urusan selesai. Berarti ada 5 urusan selesai dalam satu hari. Ini mustahil terjadi di Jakarta yang megah itu!” 

Tidak bisa diingkari memang. Di Jogja, mobilitas lebih lancar dibanding Jakarta, dan akses pada titik-titik penting, relatif dekat. 

Di Jakarta, kalau mau melakukan hal yang sama, maka jawabannya sudah jelas: waktu kita akan habis di jalan. Dibekuk kemacetan. 

Sebagai tamu, bagiku Jogja memiliki mentari yang misterius. Di sini, mentari akan bergerak lamban pada pukul 8 pagi dan kembali terburu-buru pada pukul 4 sore. 

Untuk mengimbanginya, kita bisa bergerak secara terbalik. Di pagi dan sore, kita melamban: santai, rileks, memikirkan hal-hal yang tak penting, dan semacamnya. 

Dan di antara dua waktu surga tersebut—ketika mentari bergerak lamban—kita bisa bergerak cepat, menyelesaikan apa pun yang perlu diselesaikan, sebelum nantinya, meminjam bahasa Alena, Jogja akan menyelesaikan kita. (kza) 



Tags

Post a Comment

0 Comments
* Mohon Jangan Spam Disini. Semua Komentar ditinjau oleh Admin