Perempuan Bernetra Abu-abu
Kali ini dia datang lagi seperti biasa dengan nikab untuk menutupi wajahnya yang hanya memperlihatkan netra abu-abu cerah, warna cadar yang senada dengan gamis hitamnya, dan tak lupa tas selempang tersampir di pundaknya dan satu buku dalam dekapannya.
Ah, sepertinya ia tak datang sendiri melainkan bersama temannya yang sejak awal ketika memasuki aula pengajian sudah berbincang seperti teman lama.
Temannya berpenampilan sama memakai gamis tapi tanpa nikab.
Eh, sebentar, kenapa aku mambanding-bandingkan mereka, padahal tak ada larangan perempuan wajib memakai nikab kan? Mereka mau memakai atau tidak itu kan urusan mereka.
"Astagfirullah," batinku, terlalu lama memperhatikan perempuan itu sampai membuatku tak sadar kalau Kiai Assegaf sudah memulai kajian dari tadi. Untung saja ada yang mengingatkanku.
Kulirik lagi perempuan tadi. Dia sangat fokus mendengarkan kajian dari Kiai. Tak lupa jari-jari tangannya yang aktif menulis setiap lembar-lembar kertas.
Astagfirullah, lagi-lagi aku mengulangi kesalahan yang sama memandang lawan jenis yang bukan mahram. Ayo fokus,sadarku.
Tak terasa dua jam berlalu. Acara pengajian telah usai. Para jemaat meninggalkan aula satu persatu.
Tak sengaja aku melihat sebuah buku jatuh di undakan tangga terakhir.
"Hmm, seperti tak asing," gumamku, “milik siapa ya buku ini. Ah ya, jika tak salah buku ini milik perempuan itu. Kuperhatikan sekitar semoga saja dia masih ada di sini.”
Alhamdulillah, untung saja dia belum pergi. Anehnya dia berjalan sambil menunduk seperti mencari sesuatu.
"Assalamualaikum," sapaku.
"Wa'alaikumussalam," jawabnya.
"Kau seperti mencari sesuatu, apa ini yang sedang kau cari. Aku tadi menemukannya di undakan tangga," tanyaku sambil memberikan bukunya.
"Ah ya, ini milikku. Terima kasih udah menemukannya."
"Sama-sama. Kalau begitu saya pamit, assalamualaikum."
"Wa'alaikumussalam."
Pada ahad pagi, seperti biasa aku datang ke pengajian. Namun, rasanya ada yang aneh.
Ada satu hal yang mengusik pikiranku. Apa ya? Ah, tidak. Jangan bilang ini karena perempuan bernikab itu. Sudah lama ia tak tampak.
Ah, sudahlah lebih baik aku fokus pada pengajian saja.
Alhamdulillah, pengajian hari ini selesai. Tak sengaja saat aku keluar aula aku melihat dia.
Entah aku harus senang atau sedih. Senang karena dia datang atau sedih karena di sana dia bersama seorang lelaki yang sedang mengelus puncak kepalanya. Terlihat serasi. Huh, rasa apa ini.
"Ya Allah,izinkan hamba untuk mencintai salah satu umatmu, jika memang ini rasa cinta jika memang dia jodoh hamba dekatkanlah kami jika dia bukan jodoh hamba semoga kelak kita mendapatkan jodoh yang lebih baik dari kita. Rabbana hab lana min azwajina wa dzurriyatina qurrata a'yun, waja'alna lil muttaqina imama."
***
"Qabiltu nikahaha watajwijaha bil mahri madzkur waradhitu bihi Wallahu waliyyut taufiq!" ucapku dengan lantang.
"Alhamdulillahi rabbil alamin!" ucap semua orang serentak lalu mendoakan kedua mempelai yang telah sah.
Aku berdiri menuju ke salah satu ruangan yang di mana istriku berada
“Trakk!” Pintu terbuka.
Aku yang berdiri di depan pintu menatap istriku yang menunduk. Dan kuhampiri dia, kugenggam tangannya, kuajak dia berdiri. Aku mendekat dan kukecup kepalanya.
"Ana uhibbuka fillah zaujati," ucapku setelah kucium kepalanya.
"Ahabbakalladzi ahbabtani lahu."
Alhamdulillah dia yang selalu kupanjatkan dalam doa, perempuan bernikab yang menarik hati karena akhlaknya, akhirnya dialah yang menjadi pengisi hidupku. Memang kuasa Tuhan tak ada yang tahu. (Light of eye)
Comments
Post a Comment