Putri Kedua Chan Ho-Kei: Hati-Hati di Internet


"Menurutmu bahasa kehilangan karakter individunya saat daring? ... Kita bahkan bisa mengetahui papan tik macam apa yang seseorang gunakan dengan menganalisis tipo mereka. Tapi orang-orang berasumsi tulisan tangan digital itu tidak ada, jadi mereka tidak repot-repot untuk menyamarkan elemen ini, dan begitulah mereka membongkar diri mereka sendiri."

Seorang buzzer salah satu capres di twitter dituduh sebagai admin media sosial sebuah partai yang juga merupakan pengusung capres tersebut. Tuduhan ini sebenarnya tidak serta merta ada, namun berdasarkan bukti-bukti yang ada, yaitu membandingkan gaya penulisan sang buzzer di akun pribadinya dan gaya penulisan si admin akun partai. Sama persis hingga ke penggunaan tanda baca, kata sapaan, juga emotikon yang digunakan.


Saya baru saja selesai membaca novel Second Sister (Putri Kedua) yang ditulis oleh Chan Ho-Kei, sebuah novel terjemahan setebal 632 halaman yang bercerita tentang aksi bunuh diri seorang gadis berusia 15 tahun.

Tema besar buku ini sebenarnya bukan tentang aksi bunuh diri ataupun tekanan mental seperti depresi, meski pada mulanya kita telah disuguhkan adegan bunuh diri tersebut. Kita bisa bilang buku ini berkisah tentang detektif, namun itu juga masih belum mewakili apa yang sebenarnya hendak digarisbawahi oleh pengarangnya. Ada hal lebih urgen yang hendak disampaikan Chan Ho-Kei pada setiap pembacanya, yaitu HATI-HATI DI INTERNET.

Dunia daring adalah tempat yang teramat rentan. Setiap kali kita terhubung pada internet, maka pada saat itu pula kehidupan kita terkespos. Apa yang kita obrolkan, makanan kesukaan, baju apa yang baru saja dibeli, siapa artis kesukaan, bahkan ukuran pakaian dalam pun tidak lagi menjadi rahasia.

Di buku ini diceritakan tentang sosok N, peretas handal yang membantu Nga-Yee menemukan sosok KidKit727 yang telah mengirim email kepada adiknya hingga berakhir bunuh diri. Dalam perjalanan menemukan pelaku tersebut kemudian pembaca disuguhkan beberapa informasi-informasi tentang dunia daring. Bahwa data kita sama sekali tidak aman, dengan kata lain, mudah saja diretas oleh orang-orang yang mumpuni di bidang tersebut. Oleh sebab itu, sebaiknya kita berhati-hati dalam menggunakan internet. Rahasia yang telah kita kubur dalam-dalam pun bisa dengan mudah ditampakkan ke permukaan jika ada yang berniat melakukannya.

Kalau ada hal yang mengganggu dalam novel ini, barangkali karakter Nga-Yee yang menurut saya sedikit kurang pas. Dia memang buta tentang internet, wajar jika dia banyak bertanya tentang istilah-istilah terkait, namun dia adalah sosok kutu buku, yang artinya sedikit banyak cara berpikirnya lumayan luas dan luwes. Tapi yang ditampilkan penulis dalam buku ini justru sosok Nga-Yee yang sembrono dalam berpikir dan juga terlampau antipati terhadap sosok N yang eksentrik.

Bagaimanapun juga, buku ini menarik dan juga penting untuk dibaca. Setidaknya kita bisa tersadar bahwa dunia daring yang kita huni sangatlah berbahaya, oleh karenanya jangan serampangan mengunggah sesuatu, jangan ceroboh mengumbar data pribadi.







Comments