Mengintip Feminist di Kepala Pria


Pernah di suatu kesempatan saya berpikir untuk tidak menikah. Hidup sendiri hingga tua, kesepian, dan mati perlahan beberapa kali terbayang. Kalau ditanya alasannya apa, ya kenapa tidak? Bukan ide yang buruk juga, kok.

Ingatan itu tiba-tiba muncul kembali pas lagi baca buku ini, novel terjemahan yang menceritakan tentang pria bernama Seungjun yang bertemu kembali dengan mantan pacarnya yang kini seorang feminist, pacar yang selalu ia sebut dengan 'perempuan itu'. Karena pada dasarnya mereka berdua memang masih memiliki perasaan yang sama, dan karena Seungjun sedikit memaksa serta mau menerima syarat yang diajukan perempuan itu terhadapnya, mereka pun menjalin kembali hubungan percintaan yang pernah kandas. Sialnya karena Seungjun sudah dipepet keadaan untuk menikah, sedangkan perempuan itu justru tidak berniat menikah sampai kapan pun.

Di halaman depan buku ini disematkan dua istilah penting yang bakal banyak digunakan di dalam cerita, yaitu megalia dan hannam. Megalia merujuk pada aliran feminist garis keras, sedangkan hannam merujuk pada golongan masyarakat patriarkis dan misoginis. Nah, di dalam cerita, perempuan itu adalah seorang megalia, sedangkan Sungjeon adalah hannam. Meskipun rada aneh kalau mereka berpacaran, namun inilah yang membangun konflik cerita.



Seungjun punya misi tersembunyi ketika menyepakati syarat apa pun yang diajukan perempuan itu agar mau menerimanya jadi kekasih lagi. Misi rahasianya ini tentu saja untuk membawa perempuan itu kembali ke dirinya sebagaimana empat tahun lalu. Pokoknya Seungjun hendak menyelamatkan perempuan itu dari pemikiran gila yang saat ini sedang dianutnya. 

Buku ini sebenarnya sangat ringan, banyak unsur komedinya juga, tapi sarat sekali dengan gugatan dan contoh-contoh yang akan membuat kita berpikir lebih serius tentang dunia yang kita tinggali. 



My Crazy Feminist Girlfriend ini ditulis oleh seorang perempuan, namun menariknya sebab dalam novelnya ia menggunakan sudut pandang tokoh pria. Kita sebagai pembaca pun dapat melihat seperti apa isi kepala pria ketika berhadapan dengan feminist. 

Penulisnya sengaja menciptakan adegan-adegan di mana Seungjun terlihat kurang peka dan sangat memaksakan sikapnya sebagai pacar, hanya karena ia seorang lelaki. Di buku ini juga tidak lepas dari adanya adegan di mana Seungjun bertingkah seolah-olah ia lebih kuat daripada perempuan itu. Ia berusaha mengangkut komputer yang begitu berat tanpa sedikit pun mengeluh, padahal ia juga merasa kesusahan. Tapi atas nama pria, ya, kan?

Narasi-narasi yang dibangun penulis dalam buku ini memang sengaja dibuat jelas antara pola pikir Seungjun yang hannam dan pola pikir perempuan itu yang megalia. Pada poin tertentu kita sebagai pembaca kadang ikut sebal ketika mendengar Seungjun merespon perempuan itu, namun di kesempatan lain kadang juga kita tertawa ketika melihat sikap perempuan itu. 

Meski buku ini punya ideologi feminis, namun percayalah penulisnya mengemas ceritanya begitu ciamik dan ringan, jadi siapa pun yang hendak menbacanya tidak perlu merasa khawatir duluan isinya akan membuat pusing atau justru bikin kesal.



Post a Comment

0 Comments
* Mohon Jangan Spam Disini. Semua Komentar ditinjau oleh Admin